ingin di cintai dan di sayangi wanita klik aja di bawa ini

Rabu, 16 November 2011

Love Story

Aku dan dia bersahabat. Melewati ribuan tenggelamnya matahari. Menjejaki ratusan ruang. Dan entah berapa puluh tetes air matanya yang telah tumpah di pundakku. Aku tetap di sini, saat ini. Memandang kedua kerling matanya yang indah.
“Aku akan pergi….”
Kutercekat dalam diam. Lidahku seperti tertusuk paku. Selidik mataku meyakinkan ucapannya yang membuat hatiku luruh. Tapi dia tetap disitu, memandangku tajam.
Hanya jalinan kalimat pendek yang keluar dari bibirku,
“Kita akan selalu bersahabat, kan? Tiada kurang, tiada lebih. Lihatlah jemari-jemariku ini, ruang di antaranya hanya akan ada untuk mengenggammu, entah di saat gundah ataupun bahagia. Bukankah itu yang engkau mau?”
Dia hanya mengangguk pelan. Tetap diam. Dalam lirih dia bertanya,
“Boleh kah aku meminta satu hal padamu?”
“Apa itu? Katakan, aku tak akan pernah mengecewakanmu.”
“Ambil ini. Di tanganku ada dua helai kertas kosong. Aku ingin kamu -dan aku- menuliskan janji persahabatan kita. Tapi berjanjilah, apa yang tertulis di dalamnya hanya akan kita baca di hari pernikahan salah satu dari kita.”
Matanya menatapku dengan penuh kesungguhan. Tapi aku ragu.
“Maksud kamu?”
“Lakukanlah. Aku ingin kamu menulisnya. I’ll keep the promise letter until mine or your wedding day…
Lalu, dia, dalam sunyi mulai menulis:
Aku tak mampu berjanji bahwa aku tak akan jatuh cinta padamu karena… Aku telah jatuh cinta padamu.
Aku tak mampu berjanji bahwa kita hanya akan bersahabat karena… Aku ingin selalu bersamamu selamanya, di setiap detik dari selamanya.
Aku tak mampu berjanji akan menikah dengan orang lain karena… Aku hanya ingin berdampingan denganmu seorang. Tak lain.

Ku menatap lagi kedua matanya, menarik nafas tipis, dan aku pun mulai menulis:
Aku berjanji tak akan pernah jatuh cinta padamu.
Aku berjanji kita akan selalu bersahabat selamanya, tidak lebih.
Dan aku berjanji, aku akan menikah dengan seseorang selain kamu sebagai pasangan jiwaku.
***
10 tahun kemudian.
Hari ini, hari pernikahannya. Mobil warna hitam elegan dipenuhi rangkaian bunga lili telah menepi di pintu masuk gedung pernikahan. Semua orang menantinya menuju pelamin, tetapi wanita cantik itu bersembunyi dalam hening, membaca satu demi satu goresan kalimat di dalam surat yang pernah aku tulis di masa lalu. Dalam senyap, dia menangis pelan.
Entah apa yang dirasakannya, wanita itu akhirnya yakin untuk berjalan menuju ruang ijab kabul. Lalu dengan anggun menghampiri calon suaminya, mengenggam erat jemarinya dan air mata mengalir halus di pipi.
Wanita itu, akhirnya akan menikahi pria impiannya. Sahabatnya. Cinta sejatinya. Yaitu aku.
“Kamu tidak apa-apa, sayang?” tanyaku.
“Aku baru saja membaca surat perjanjian yang engkau tulis…”
“Apakah… ?” Aku mulai bertanya ragu.
Wanita itu tersenyum dan membisikkan kata, “Aku juga sangat mencintaimu.”

Tepat, di bawah surat yang kutulis, tertulis sebaris pesan:
“Semua janji yang kutulis di atas adalah semua janji yang akan aku langgar. Sungguh. Aku sangat mencintaimu.”
Jakarta, 13 Desember 2008.
Meeting you was fate, becoming your friend was a choice, but falling in love with you was beyond my control.” – unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar